Tuesday, January 12, 2016

Cara Pengendalian Gulma Pada Tanaman Padi Sawah

Cara Pengendalian Gulma Pada Tanaman Padi Sawah - Gulma pada tanaman padi selalu menjadi masalah karena mengganggu tanaman pokok dalam penyerapan nutrisi, kompetisi cahaya dan juga berpotensi menjadi inang hama dan penyakit. Gulma adalah salah satu kendala utama dalam memperoleh hasil yang tinggi dalam budidaya padi sawah. Persaingan gulma dengan padi dalam stadia pertumbuhan hingga masa pematangan sangat besar sekali pengaruhnya terhadap penurunan hasil panen.

Gulma dapat menurunkan hasil panen karena adanya persaingan antara gulma itu sendiri dengan padi, dalam pengambilan unsur hara, air dan cahaya. Di samping itu ada beberapa gulma yang dapat dijadikan tanaman inang oleh hama dan penyakit tanaman padi, sehingga kalau kita membiarkan gulma tumbuh tanpa dikendalikan, jelas kerugian akan kita dapatkan termasuk kerugian akibat peledakan hama dan penyakit. Pengendalian gulma padi sawah, umumnya sudah dilakukan oleh para petani, baik dengan penggunaan tenaga manusia (penyiangan tangan) dengan peralatan khusus (landak/gasrok) ataupun cara kimiawi dengan penggunaan herbisida.

Beberapa cara pengendalian gulma adalah sebagai berikut:
Cara pengendalian dengan penyiangan tangan, sekarang ini sudah jarang sekali dilakukan karena adanya keterbatasan tenaga penyiang, terlebih-lebih untuk daerah-daerah yang sulit mendapatkan tenaga kerja. Demikian juga penyiangan dengan alat (landak) di beberapa tempat juga sudah ditinggalkan mengingat penggunaan alat ini juga memerlukan banyak tenaga dan kadang-kadang juga bisa mengakibatkan kerusakan pada perakaran padi yang sedang tumbuh. Dengan adanya kendala-kendala itu, sekarang petani banyak beralih menggunakan cara lain yang lebih mudah dan efisien, yaitu penggunaan racun kimia atau lebih populer dengan nama (herbisida).

Pengendalian secara tradisional:
? Mengangkat sisa gulma yang dapat tumbuh kembali dari petakan sawah pada saat penyiapan lahan, meningkatkan ketinggian muka air tanah, untuk menghambat pertumbuhan gulma golongan rumput dan teki. Air macak-macak sebelum tanaman menutup permukaan tanah merangsang pertumbuhan semua gulma.

? Pemupukan bentuk briket yang dibenamkan ke dalam tanah mengurangi kemungkinannya dimanfaatkan oleh gulma.
? Penggunaan varietas yang tahan bersaing dengan gulma
? Penggunaan mulsa hidup dari gulma yang tumbuh mengapung. Salvinia molesta (kayambang) atau Azolla pinnata selain sebagai pupuk hijau dapat digunakan sebagai mulsa hidup pada padi sawah. Gulma-gulma yang tumbuh dari biji, pertumbuhannya akan tertekan karena kekurangan cahaya, oksigen dan meningkatnya CO2 dalam air. Selain itu gulma yang baru berkecambah sulit menembus lapisan permukaan air yang telah tertutup oleh musa hidup tersebut.
? Pengendalian gulma secara langsung terdiri dari berbagai cara yaitu: dengan tangan (manual), mekanis, fisik, biologis dan kimiawi.
? Pengendalian gulma secara biologis dapat dilakukan menggunakan itik (Anas javanica Chaves). Anak itik yang dibiarkan beberapa hari di lapangan dapat menggantikan cara pengendalian gulma dengan tangan pada padi sawah.
? Selain itu kumbang baja hitam (Holtica cyanea) dapat digunakan untuk mengendalikan gulma.

Larva dan imago dari kumbang tersebut akan memakan daun gulma J. repens, J. octavalfis, dan J. linearis.

Pengendalian Secara Kimia
Banyak sekali jenis herbisida yang bisa digunakan untuk mengendalikan gulma pada padi sawah. Cara penggunaan herbisida (racun rumput) ini banyak sekali macamnya. Ada yang harus disemprotkan pada saat gulma sudah tumbuh, ada juga yang digunakan khusus untuk membunuh gulma yang baru mulai tumbuh yang belum tumbuh. Herbisida yang disemprotkan sesudah gulma tumbuh biasanya jenis yang dapat membunuh gulma secara cepat. Kadang-kadang herbisida itu juga dapat mengenai padi, sehingga daun padi akan menguning untuk sementara sebelum sembuh kembali setelah diberi pupuk susulan.

Perkembangan teknologi telah membantu kita untuk mendapatkan herbisida yang bersifat selektif. Artinya, kalau kita semprotkan pada padi sawah akan sangat efektif mengendalikan gulma tetapi tidak meracuni atau mengganggu tanaman padi.

Herbisida Setoff 20 WG adalah salah satu dari banyak jenis herbisida yang dapat dipergunakan untuk menanggulangi gulma di pertanaman padi di sawah. Herbisida ini sudah terbukti dapat mengendalikan secara efektif gulma-gulma yang sering terdapat pada areal padi sawah seperti eceng, wewehan, genjer, semanggi dan lain-lain.

Herbisida Setoff 20 WG cukup disemprotkan sekali selama musim tanam, pada saat padi berumur 2 – 6 hari setelah pindah tanam. Dosisnya 50 gram per hektar luasan. Penyemprotan sebaiknya dilakukan saat sawah tergenang setelah saluran pemasukan dan pembuangan di tutup, dengan ketinggian air ± 2 – 3 cm. Kemudian lahan sawah dibiarkan pada kondisi itu selama 1 – 2 hari sebelum saluran air dibuka kembali. Sejak saat itu gulma akan terkendalikan hingga saat panen datang.
Kelebihannya kalau kita menggunakan Setoff 20 WG adalah tidak meracuni tanaman padi dan gulma bisa terkendalikan sejak dari awal, sehingga semua pupuk yang diberikan dimanfaatkan secara maksimal oleh padi. Dengan penggunaan Setoff 20 WG, padi akan terbebaskan dari persaingan dengan gulma dan akhirnya kita bisa mengharapkan hasil panen yang tinggi dan bermutu baik.
Penulis : Sundari SST
Sumber : - Puslittanamanpangan
http://www.ngasih.com/2014/09/07/pengendalian-gulma-padi-sawah
http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/10251/cara-pengendalian-gulma-tanaman-padi-sawah

Monday, January 11, 2016

PengelolaanTanah dan Air Pada Sistem Rice Intensifikasi (SRI)

 PengelolaanTanah dan Air Pada Sistem Rice Intensifikasi (SRI) - Sistem Rice Intensifikasi (SRI) adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%. Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983-84 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. Oleh penemunya, metododologi ini selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Ie Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI. Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha.

Pengolahan Tanah
Mula-mula tanah dibajak menggunakan traktor atau tenaga sapi. Selanjutnya tanah digaru sambil disebari pupuk organik. Terakhir, tanah diratakan. Mengolah dengan traktor meratakan dengan cangkul . Pada saat menggaru dan meratakan tanah, usahakan agar air tidak mengalir di dalam sawah supaya unsur hara yang ada di tanah tidak hanyut. Setelah tanah diratakan, dibuat parit di bagian pinggir dan tengah tiap petakan sawah untuk memudahkan pengaturan air.

Menyiapkan Benih
Petama-tama kita siapkan benih yang akan dipakai sebanyak 5-7 kg per hektar lahan. Kemudian benih tadi diseleksi sebelum disemai.

Membuat Persemaian
Persemaian untuk SRI dapat dilakukan dengan dua cara yaitu persemaian kering dan persemaian basah. Persemaian basah adalah persemaian yang langsung dilakukan di lahan pertanian, seperti pada sistem konvensional. Sementara persemaian kering yaitu persemaian yang menggunakan wadah berupa kotak/besek/wonca/pipiti. Penggunaan wadah ini dimaksudkan untuk memudahkan pengangkutan dan penyeleksian benih. Untuk lahan seluas satu hektar dibutuhkan wadah persemaian ukuran 20 cm x 20 cm, sebanyak 400 - 500 buah. Kotak/besek/wonca/pipiti bisa juga diganti dengan wadah lain yang fungsinya bisa untuki menyemai seperti pelepah pisang atau belahan buluh bambu. Benih ditabur. Setelah umur benih 7 hari, bisa ditebar.

Tahapan membuat persemaian adalah sebagai berikut.
1. Menyiiapkan media persemaian dengan cara mencampur tanah dengan pupuk organik/pupuk kandang/ bokhasi dengan perbandingan 1:1.
2. Sebelum wadah diisi dengan media, lapisi dulu bagian dalamnya dengan daun pisang yang sudah dilemaskan dengan cara dijemur atau dipanaskan di atas api.
3. media ke dalam wadah hingga 3/4 penuh. Selanjutnya media ini disiram dengan air supaya lembab.
4. Tebarkan benih ke dalam wadah. Jumlah benih per wadah antara 300-350 biji.
5. Taburkan arang sekam di atas benih sampai rata melapisi/menutupi benih.
6. Selanjutnya simpan wadah-wadah ini di tempat yang teduh. Pada hari pertama dan hari kedua, sebaiknya wadah-wadah ini ditutupi agar tidak kepanasan.
7. Jika disimpan di pekarangan, jangan lupa untuk meletakkan wadah-wadah ini di tempat yang aman dari gangguan ternak seperti ayam.
8. Penyiraman bisa dilakukan setiap hari agar media tetap lembab dan bibit tanaman tetap segar.
Penanaman

Bibit siap dipindahkan ke lahan setelah mencapai umur 7 - 10 hari setelah semai. Inilah yang membedakan dengan bibit lain, dimana hanya memerlukan 7-10 hr bibit sudah dapat dipindah. Kondisi air pada saat tanam adalah "macak-macak" Arti dari "macak-macak" adalah kondisi tanah yang basah tetapi bukan tergenang. Pada metode SRI digunakan sistem tanam tunggal. Artinya, satu lubang tanam diisi satu bibit padi. Selain itu, bibit ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2 - 3 cm dengan bentuk perakaran horizontal (seperti huruf L). Mengapa hanya menggunakan satu benih untuk satu lubang? Dasar pemikirannya adalah, jika beberapa benih ditanam bersamaan dalam satu lubang maka akan muncul persaingan antar tanaman dalam memperebutkan nutrisi, oksigen, dan sinar matahari.

Karena itu, dengan sistem penanaman tunggal diharapkan bahwa tiap tanaman bias menyerap nutrisi, oksigen, dan sinar matahari secara lebih optimal. Jarak tanam yang digunakan dalam metode SRI adalah jarak tanam lebar, misalnya 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm. Semakin lebar jarak tanam, semakin meningkat jumlah anakan produktif yang dihasilkan oleh tanaman padi. Penyebabnya, sinar matahari bias mengenai seluruh bagian tanaman dengan lebih baik sehingga proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman terjadi dengan lebih optimal. Jarak tanam yang lebar ini juga memungkinkan tanaman untuk menyerap nutrisi, oksigen dan sinar matahari secara maksimal.

Pengelolaan Air dan Penyiangan
Dalam metode SRI, padi ditanam pada kondisi tanah yang tidak tergenang. Tujuannya, agar oksigen yang dapat dimanfaatkan oleh akar tersedia lebih banyak di dalam tanah. Selain itu, dalam kondisi tidak tergenang, akar bias tumbuh lebih subur dan besar sehingga tanaman dapat menyerap nutrisi sebanyak banyaknya. Proses pengelolaan air dan penyiangan dalam metode SRI dilakukan sebagai berikut.

1. Ketika padi mencapai umur 1- 8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di lahan adalah "macak-macak".
2. Sesudah padi mencapai umur 9 - 10 HST air kembali digenangkan dengan ketinggian 2 - 3 cm selama 1 malam saja. Ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan tahap pertama.
3. Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18 HST.
4. Pada umur 19 - 20 HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan penyiangan tahap kedua.
5. Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1 - 2 cm dan kondisi ini dipertahankan sampai padi "masak susu" (± 15 - 20 hari sebelum panen).
6. Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen tiba.
Pada pengelolaan SRI benih dapat dipindahkan ke lahan antara 7-10 HST, berbeda nyata dengan yang lain. Bibit dapat dipindah setelah 12-14 HST.
Penyunting : Yulia Tri Sedyowati
Email : yuliatrisedyowati@yahoo.co.id
Sumber:
1. Bahan Pelatihan Sistem Rice Intensifikasi (SRI)
2. http://andikaseptaa.blogspot.com/2012/10/pengelolaan-tanah-dan-air-untuk-tanaman_1177.html
http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/10295/pengelolaantanah-dan-air-pada-sistem-rice-intensifikasi-sri

Sunday, January 10, 2016

Teknik Pengelolaan Padi Sawah Pada Lahan Pasang Surut

Teknik Pengelolaan Padi Sawah Pada Lahan Pasang Surut - Budidaya padi di lahan pasang surut memerlukan teknologi dan sarana produksi yang spesifik karena kondisi lahan dan lingkungan tumbuhnya tidak sama dengan sawah irigasi. Lahan pasang surut berbeda dengan lahan irigasi atau lahan kering yang sudah dikenal masyarakat. Perbedaanya menyangkut kesuburan tanah, ketersediaan air dan teknik pengelolaannya.

Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usaha tani di lahan pasang surut. Dengan upaya yang sungguh-sungguh lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas. upaya yang sungguh-sungguh lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas.

Beberapa kendala ditemui di lahan pasang surut seperti kendala fisik (rendahnya kesuburan tanah, pH tanah dan adanya zat beracun Fe dan Al), kendala biologi (hama dan penyakit) dan kendala sosial ekonomi (keterbatasan modal dan tenaga kerja). Dengan melihat kendala yang ada, maka dalam penerapannya memerlukan tindakan yang spesifik agar dapat memberikan hasil yang optimal.
Adapun tujuan dari pengelolaan lahan adalah untuk mengatur pemanfaatan sumber daya lahan secara optimal, mendapatkan hasil maksimal dan mempertahankan kelestarian sumber daya lahan itu sendiri.

Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam budi daya padi di lahan pasang surut beberapa hal sangat penting untuk diperhatikan dan sangat dianjurkan yaitu
Pola Tanam dan Pemilihan Varietas Tanaman. Pola tanam pada lahan bertipe luapan air A dan B yang ditata sebagai sawah atau surjan pada tahap awal adalah padi-padi dan selanjutnya bila keterampilan petani dan kondisi lahannya meningkat, pola tanamnya bisa padi-padi-palawija/sayuran. Pola tanam pada lahan yang ditata sebagai sawah tadah hujan atau tegalan adalah padi/palawija-palawija/sayuran.

Varietas unggul spesifik lokasi yang dianjurkan di lahan rawa pasang surut adalah sebagai berikut: (a) Tipologi lahan potensial: Varietas unggul padi rawa pasang surut, Cisadane, Cisanggarung dan IR42. (b) Tipologi lahan sulfat masam: Varietas Lematang, Banyuasin, Kapuas, IR66 (c) Tipologi lahan gambut: Varietas Lalan, Banyuasin, Cisanggarung, IR42, IR66 (d) Tipologi lahan salin: Varietas Lalan

Varietas unggul padi sawah pasang surut terbaru. Daya hasil varietas Batanghari sebagai varietas pasang surut di lahan potensial lebih tinggi dari atau sama dengan varietas pembanding Lematang dan IR42. Pada lahan gambut, rata-rata hasil gabah kering giling dari varietas Batanghari sebesar 4,20 t/ha, atau 13 % lebih tinggi dari Lematang, dan 19 % lebih tinggi dari IR42. Pada lahan sulfat masam, varietas Batanghari dapat menghasilkan 4,26 t/ha., 34 % lebih tinggi dari Lematang. Varietas Dendang yang baru dilepas juga selalu memberikan hasil lebih tinggi dari Lematang
Pengelolaan Lahan dan Tata Air. Sistem pengelolaan lahan dan tata air merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan pengembangan pertanian lahan pasang surut. Penyiapan lahan dengan pengolahan tanah memakai bajak singkal diikuti dengan rotari dengan traktor tangan di lahan pasang surut diperlukan selain untuk memperbaiki kondisi lahan menjadi lebih seragam dan rata juga untuk mempercepat proses pencucian bahan beracun. Bila tanahnya sudah gembur atau berlumpur dan rata, pengolahan tanah intensif tidak diperlukan tapi diganti dengan pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah (TOT) dikombinasikan dengan herbisida seperti Glyphosate dan Paraquat. Penggunaan herbisida Paraquat + Diuron dengan dosis 4 l/ha atau Paraquat + Diuron dicampur dengan 2,4-D amine dengan dosis 3 + 1,5 l/ha sebelum pengolahan tanah mampu menekan populasi gulma sampai 95% dan memberikan hasil padi tertinggi.

Pada lahan bertipe luapan air A dan B, jaringan tata air perlu diatur dalam sistem aliran satu arah (one way flow system) agar pencucian bahan beracun dapat berjalan dengan baik. Untuk lahan bertipe luapan air C dan D, saluran perlu ditabat atau disekat dengan pintu stoplog untuk menjaga permukaan air tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman serta memungkinkan air hujan atau air pasang tertampung dalam saluran tersebut. Sistem pencucian bahan beracun dari petakan lahan dilakukan dengan memasukkan air ke petakan lahan sebelum tanah diolah kemudian air tersebut dikeluarkan setelah pengolahan tanah selesai. Untuk memperlancar pencucian bahan beracun tersebut, pada petakan lahan perlu dibuat saluran cacing dengan interval 6-9 meter dan di sekeliling petakan lahan. Air di petakan lahan perlu diganti setiap dua minggu pada saat pasang besar. Penerapan sistem pengelolaan tata air tersebut dikombinasikan dengan pengolahan tanah memakai traktor tangan dan pemberian bahan ameliorasi berupa dolomit dengan takaran 3 t/ha (6 musim tanam) pada lahan sulfat masam dalam satu unit tata air saluran sekunder (50 ha) dapat secara cepat meningkatkan kualitas lahan dan memberikan hasil yang baik bagi tanaman. Nilai pH air tanah meningkat dari rata-rata 4,2 pada saat sebelum pengolahan tanah menjadi rata-rata 4,8 pada saat penanaman dan 5,4 pada saat panen. Sedangkan kandungan Fe++ berkurang dari rata-rata 430 ppm pada saat sebelum pengolahan tanah menjadi rata-rata 160 ppm pada saat tanam dan 72 ppm pada saat panen.

Ameliorasi dan Pemupukan. Penanaman padi bisa dilakukan secara gogo, gogo rancah, atau secara sawah bergantung pada penataan lahan dan ketersediaan atau tipe luapan airnya. Secara umum, takaran pupuk yang disarankan untuk tanaman padi pada lahan potensial adalah 45-90 kg N, 45 kg P2O5, dan 50 kg K2O/ha, sedangkan untuk lahan sawah sulfat masam dan bergambut adalah 90 kg N, 45 kg P2O5, dan 75 kg K2O/ha. Pupuk N berupa urea pil diberikan tiga kali, yaitu pada 0, 28, dan 42 hari setelah tanam, sedangkan untuk P2O5 dan K2O diberikan sekaligus pada saat tanam. Namun demikian, penentuan jenis dan takaran pupuk maupun bahan ameliorasi yang tepat hendaknya dilakukan dengan uji tanah atau inkubasi.

Hama dan Penyakit .Hama utama tanaman padi di lahan pasang surut adalah tikus, orong-orong, penggerek batang, lembing batu, wereng coklat, dan walang sangit, Penyakit tanaman yang perlu diwaspadai di lahan pasang surut adalah bercak coklat, blas, dan hawar pelepah daun pada padi, Pada dasarnya pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara terpadu (PHT) antara lain penggunaan varietas tahan, musuh alami, teknik budi daya yang baik, dan penggunaan pestisida atau fungisida yang sesuai jika diperlukan. Sebagai contoh, untuk pengendalian hama tikus dilakukan dengan sanitasi lingkungan, penanaman serempak, gropyokan, umpan beracun, pengemposan dengan belerang, dan penggunaan bubu.
• Penulis : Sundari SST
• Sumber : Puslitbangtan
http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/10250/teknik-pengelolaan-padi-sawah-pasang-surut

Saturday, January 9, 2016

Pengendalian dan Pemanfaatan Hama Padi Keong Mas Pada Tanaman Padi Sawah

Pengendalian dan Pemanfaatan Hama Padi Keong Mas Pada Tanaman Padi Sawah - Keong mas merupakan hama unggul yang sulit dimusnahkan, karena cepat berkembang biak, telur nya banyak Dapat Mencapai 500 - 1000 butir per 1 kali bertelur. Daya adaptasinya terhadap lingkungan tinggi, mortalitasnya (tingkat kematiannya) rendah dan musuh alaminya sedikit (jarang).

PENGENDALIAN HAMA KEONG MAS
• Pada saat tanaman padi berumur 1 – 3 minggu, keong mas mampu menyerang seluas 1 rante dalam setiap ha per musim tanam.
• Pengendalian keong mas dengan pestisida akan berdampak terhadap pencemaran lingkungan, terbunuhnya biota lain (katak, belalang, laba-laba dan lain-lain serta terlukanya kaki petani akibat terinjak cangkang yang tertinggal di areal sawah.
• Masalah keong mas dapat diatasi dengan pengendalian yang serentak, terus-menerus dengan cara mekanis (mengumpulkan), kemudian diolah menjadi tepung daging keong mas dan tepung cangkang yang bernilai ekonomis.
• Potensi keong mas sebagai pakan ternak cukup besar, dari 1 ha sawah dapat dikumpulkan keong mas sebanyak ? 72 kg. Berdasarkan pengalaman pada Lahan Sawah seluas 910 ha, diperoleh keong mas ? 65.520 kg dan menjadi 7,207 ton tepung daging keong mas, 34, 944 ton tepung cangkang

PEMANFAATAN HAMA KEONG MAS
• Salah satu pemanfaatan keong mas adalah untuk sebagai pakan ternak yang bertujuan antara lain: (a) Untuk mengurangi beban petani didalam usaha pengendalian keong mas (b) Untuk menambah pendapatan petani dengan mengolah dan memanfaatkan keong mas sebagai bahan campuran pakan ternak. (c) Untuk memberdayakan petani dan masyarakat kelembagaan Desa.
• Keong mas dapat digunakan sebagai bahan campuran pakan ternak karena mengandung protein yang tinggi dan dapat menggantikan tepung ikan. Keong mas juga mengandung zat-zat yang dibutuhkan ternak seperti protein, energi, Ca, P, dan lai-lain.
• Hasil analisa kadar gizi keong mas menunjukan bahwa daging keong mas lumat segar (a) mengandung 60,98% protein dari berat kering,atau 9,33 % dari berat basah, (b) mengandung 84,70 % air dari berat basah , (c) mengandung 9,35 %. Abu dari berat kering, atau 1,43 % dari berat basah ,(d) mengandung 5,59 % Lemak dari berat kering atau 0,91 % dari berat basah , (e) mengandung 0,65 % Karbohidrat dari berat kering atau 0,10 % dari berat basah , (f) mengandung 23,07 % Serat kasar dari berat kering ,atau 3,53 % dari berat basah.
• sedang daging keong mas lumat kukus (a) mengandung 56,08% protein dari berat kering atau 12,22 % dari berat basah,(b) mengandung 78,21% air dari berat basah , (c) mengandung 8,99 %. Abu dari berat kering atau 1,96% dari berat basah , (d) mengandung 5,83 % Lemak dari berat kering atau 1,27% dari berat basah , (e) mengandung 5,92% Karbohidrat dari berat kering atau 1,29% dari berat basah , (f) mengandung 5,05 % Serat kasar dari berat kering ,atau 5,05 % dari berat basah.
• Tepung keong mas mengandung 42,98% protein, 0,91% serat kasar, 14% kadar air, 3.376 kkal/kg energi metabolisme. Tepung keong mas dapat digunakan sebagai subsitusi/ pengganti tepung ikan sampai 15% ada ransum itik jantan lokal umur 0 – 7 minggu dan puyuh umur 6 –10 minggu.

• Penulis : Sundari SST (BBP2TP.Bogor)
• Sumber : BPTP Sumatera Utara
http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/10255/pengendalian-dan-pemanfaatan-hama-padi-keong-mas

Friday, January 8, 2016

KEUNTUNGAN MENERAPKAN SYSTEM FOR RICE INTENSIFICATION (SRI) PADI

System for Rice Intensification yang disingkat dengan SRI atau Sistim Intensifikasi Padi juga sering populer dengan Sistem Tanam Satu Batang karena yang ditanam hanya satu bibit dalam satu lubang tanam. SRI merupakan salah satu inovasi metode penanaman padi yang mampu menghasilkan produksi tinggi dan mengurangi kebutuhan sarana produksi pertanian lainnya seperti air irigasi, pupuk kimia dan pestisida. Di Indonesia hasil panen padi SRI mencapai kisaran 6,2-8,2 ton perhektar lebih tinggi dibandingkan dengan hasil panen padi non SRI (metode konvensional) yang menghasilkan 4,1 ton per hektar.
Inti penerapan SRI


1. Menanam bibit umur muda (umur, 15 hari), yaitu bibit ditanam ketika bibit telah berdaun dua buah. Hal ini untuk menghidari pertumbuhan anakan dan akar karena keterlambatan penanaman.pemindahan bibit yang masih muda dari tempat pesemaian ke lahan pertanaman, hendaknya dilakukan secara hati-hati agar tanaman tidak mati sehingga tanaman tumbuh dengan sehat dan cepat;
2. Menjaga jarak antar tanaman, yaitu dengan menanam satu tanaman pada satu lubang dengan jarak 30 x 30 cm atau 40 x 40 cm. Dengan jarak tanam ini, akan memberikan ruang tumbuh yang cukup bagi akar sehingga pertumbuhan anakan semakin berkembang;
3. Menjaga kelembaban dan aerasi tanah, selama periode pertumbuhan vegetatif, kelembaban dan aerasi tanah harus dijaga. Dengan pemberian air secara terputus-putus (intermitten), akan mejaga tanah tetap lembab sehingga pertumbuhan akar lebih baik jika dibanding bila tanah diberi air secara terus menerus.
Pelaksanaan pertanaman SRI meliputi
1. Persiapan lahan, yaitu: a) persiapan lahan untuk areal pembibitan, dengan melakukan pembajakan, penggaruan, perataan, penambahan kompos/pupukorganik (secukupnya), pembuatan bedengan. Luas areal pembibitan skitar 3% dari areal pertanaman; b) persiapan lahan untuk areal pertanaman, dengan melakukan pembajakan, penggaruan, perataan, penambahaana pupuk organik/kompos, pencaplakan untuk persiapan penanaman secara jajar dengan jarak tanam 30 x 30 cm dengan menggunakan alat bantu caplak dan pemasangan alat untuk mengatur drainase.
2. Benih dan persemaian, yaitu dengan melakukan: a) pemilihan benih yang dilakukan dengan memasukkan benih kedalam ember yang sudah berisi air garam (garam sebanyak 150 gram per liter air), kemudian benih yang terapung/hampa dibuang; b) benih direndam selama 24 jam untuk mempercepat pertumbuhan akar dan tunas; c) benih diperam dengansuhu kamar sekira 25 derajat Celcius selama 24 – 48 jam sampai tumbuh akar sekitar 2 mm ; d) Benih dipindahkan ke pesemaian dengan cara ditebar (tidak dibenamkan) pada petak-petak pesemaian dengan air dalam kondisi macak-macak; dan e) pada saat umur 8-10 hari benih siap dipindah tanamkan.
3. Pindah tanam, dilakukan setelah bibit berumur 8-10 hari di pesemaian, jarak tanam 30 x 30 cm, jumlah bibit satu batang per lubang tanam. Kegiatan pindah tanam dilaksanakan secara tandur jajar.
4. Pemberian air, dilKUKn secara terputus-putus (intermitten) dengan ketinggian air dipetak sawah sekitar 2 cm. Selanjutnya pemberian air diatur sebagai berikut: a) mulai dari pindah tanam sampai dengan 3 hari setelah tanam (HST) air dibiarkan dalam kondisi macak-macak; b) pada umur 4-10 HST, 15-25 HST, 30-40 HST, 45-55 HST dan 60-90 HST tanaman diberi air setinggi sekitar 2 cm; dan c) pada umur 11-14 HST, 26-29 HST, 41-44 HST, 56-59 HST dan 90 HST sampai panen, petakan sawah dikeringkan.
5. Penyiangan dilakukan dengan menggunakan alat penyiang model landak yang dilakukan dua sampai tiga kali tergantung kebutuhan. Selain untuk membuang rumput-rumputan, penyianagan juga baik untuk aerasi lahan.
6. Panen .
Pelaksanaan panen padi sawah. Panen padi SRI dapat dilakukan dengan arit di pangkal batang. Sistim pemanenan dapat dilakukan secara individual atau beregu/ kelompok. Untuk perontokan dapat dilakukan dengan cara digiles, gebot atau dengan alat perontok (thresher). Pengeringan gabah dapat dilakukan dengan cara dijemur dibawah panas matahari atau dengan mesin pengering padi.. Setelah hasil panen dijemur/dikeringkan gabah disimpan dalam karung.
Secara umum hasil pertanaman padi dengan metode SRI sebagai berikut
1. Peningkatan jumlah anakan berkisar antara 50-60 anakan per tanaman, bahkan bisa mencapai 80-100 anakan;
2. Pertumbuhan akar lebih kuat mencapai 5-6 kali dari akar padi non SRI;
3. Peningkatan jumlah bulir padi karena malai lebih besar sehingga menghasilkan jumlah butir padi yang lebih banyak;
4. Kualitas butir padi lebih berkualitas (lebih padat dan berat), butir beras tidak hancur/bentuk tetap setelah dimasak;
5. Hemat air, karena kebutuhan air padi SRI berkurang sampai 50% karena padi tidak digenangi sepanjang periode pertumbuhan. Air banyak berkurang pada masa pertumbuhan vegetatif dan anyak berkurang pada masa pertumbuhan vegetatif dan hanya penggenangan air setinggi 2 cm pada masa reproduksi.
Keuntungan metode SRI
1. Batang/malai lebih kuat, karena lebih besar dan sistim akar lebih besar, sehingga jika ada angin dan hujan batang padi tidak roboh.
2. Serangan hama dan penyakit lebih sedikit, sehingga para petani dapat menghemat biaya produksi untuk penggunaan pupuk dan pestisida
3. Hemat benih, karena satu hektar hanya memerlukan 5-10kg, sehingga dapat menghemat biaya pembelian benih
4. tidak perlu membeli bibit baru dan dapat menggunakan berbagai varietas padi
5. Tidak perlu pupuk kimia, karena dengan menggunakan kompos atau pupuk organik memberikan hasil yang lebih baik. Meskipun pembuatan kompos memerlukan tenaga kerja, tetapi dapat menghemat biaya untuk pembelian pupuk kimia
6. Biaya produksi berkurang, karena berkurangnya pengeluaran biaya untuk pembelian pupuk kimia. Pengurangan biaya produksi bisa berkurang sekitar 25% bahkan jika hasil panen bagus/meningkat pengurangan biaya produksi bisa mencapai 100%.
7. Resiko berkurang, dengan pertumbuhan batang yang kuat, sistim akar yang kokoh dan tanaman tahan hama dan penyakit, sehingga menguntungkan petani.
Oleh : Ir. Sri Puji Rahayu, MM/ yayuk_edi@yahoo.com
http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/10310/keuntungan-menerapkan-system-for-rice-intensification-sri-padi

Thursday, January 7, 2016

TEKNIK PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU PADI GOGO

Budidaya tanaman terutama padi salah yang menjadi kendala adalah hama dan penyakit. Hal yang perlu dilakukan adalah pencegahan, walaupun usaha yang sudah dilakukan
Pengendalian gulma. Gulma yang tumbuh pada pertanaman padi gogo di lahan kering dapat digolongkan menjadi golongan gulma berdaun lebar, golongan rumput dan golongan teki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat pengendalian gulma yang terlambat satu bulan dapat menurunkan hasil sampai 17% (Lamid, Z.1984). Pengendalian gulma dilakukan secara kultur teknis dan secara kimiawi dengan menggunakan herbisida. Secara mekanis gulma dapat dikendalikan dengan menggunakan cangkul atau kored. Pelaksanaannya dilakukan pada saat tanaman berumur 14 – 28 hari dan 60 hst. Sedangkan untuk mengendalikan gulma secara kimiawi dengan herbisida, dapat mengikuti petunjuk dari hasil Penelitian Puslitbangtan Bogor tentang jenis herbisida yang dapat digunakan untuk pertanaman padi gogo seperti Satunil 60 EC, Ronstar 25 EC dan Gasafax 80 WP.
Hama tanaman padi gogo 1) Hama lalat bibit Lalat bibit (Atherigona oryzae) termasuk hama penting pada padi gogo. Larva dari lalat ini menimbulkan kerusakan pada tanaman muda. Larva menyerang anakan tanaman padi yang sedang tumbuh, sehingga anakan mati seperti terserang sundep. Anakan yang dapat bertahan daunnya cacat dan mudah sobek dan pada umumnya tanaman yang terserang hama ini dapat sembuh, tetapi akan terlambat masak sekitar 7 – 10 hari. Pengendalian secara kultur teknis dapat dilakukan dengan penanaman padi gogo pada awal musim hujan. Penggunaan varietas yang tahan seperti Arias, Seratus Malam Danau atas juga dapat dilakukan.

Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan seed treatment menggunakan Larvin 75 WP atau Marshall 25 ST. Sedangkan setelah tanaman berumur 7 hari dapat dilakukan penyemprotan dengan Dekasulfan 350 EC. 2) Hama lundi Hama lundi (Phillophaga helleri) atau lebih dikenal dengan hama uret termasuk hama penting pada pertanaman padi gogo. Stadia yang merusak dari hama lundi adalah larvanya. Untuk hidupnya, hama ini membutuhkan kelembaban tanah yang tinggi. Disamping itu hama lundi menyukai tanaman yang berakar serabut. Pemakaian bahan organik juga dapat mendorong hama lundi, karena larva yang baru menetas akan makan bahan organik yang ada di dalam tanah. Tanaman padi yang terserang menjadi kerdil dan kayu. Pengendalian hama lundi secara kultur teknis dapat dilakukan dengan penundaan pengolahan tanah sampai kumbang dewasa selesai bertelur, yaitu kira-kira terjadi setelah 3 minggu turun hujan.

Dengan pengolahan tanah yang dalam, telur dan larva akan terangkat ke permukaan tanah sehingga dapat dirusak oleh sinar matahari atau musuh alaminya. Insektisida yang efektif untuk hama lundi adalah Furadan atau Dharmafur 3 G yang diberikan dekat alur tanaman pada saat tanam dengan dosis 10 kg/ha. 3) Hama wereng coklat Wereng penyerang batang padi: wereng padi coklat (Nilaparvata lugens), wereng padi berpunggung putih (Sogatella furcifera). Merusak dengan cara mengisap cairan batang padi. Saat ini hama wereng paling ditakuti oleh petani di Indonesia. Wereng ini dapat menularkan virus. Gejala: tanaman padi menjadi kuning dan mengering, sekelompok tnaman seperti terbakar, tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil.

Pengendalian: (1) bertanam padi serempak, menggunakan varitas tahan wereng, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami seperti laba-laba, kepinding dan kumbang lebah; (2) penerapan pola tanam, jangan menanam padi lebih dari 2 kali musim tanam pertahun (3) pembajakan sisa-sisa panen dengan segera (4) pemberian pupuk nitrogen secara bertahap. Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan penyemportan insektisida Applaud 10 WP, Applaud 400 FW atau Applaud 100 EC dengan dosis sesuai petunjuk pada label. 4) Walang sangit (Leptocoriza acuta) Menyerang buah padi yang masak susu dengan cara menghisap cairan di dalamannya. Gejala: dan menyebabkan buah hampa atau berkualitas rendah seperti berkerut, berwarna coklat dan tidak enak; pada daun terdapat bercak bekas isapan dan buah padi berbintik-bintik hitam. Pengendalian: (1) bertanam serempak, peningkatan kebersihan, mengumpulkan dan memusnahkan telur, melepas musuh alami seperti jangkrik; (2) menyemprotkan insektisida Bassa 50 EC, Dharmabas 500 EC, Dharmacin 50 WP, Kiltop 50 EC. 5) Hama tikus (Rattus argentiventer) Tanaman padi akan mengalami kerusakan parah apabila terserang oleh hama tikus dan menyebabkan penurunan produksi padi yang cukup besar. Menyerang batang muda (1-2 bulan) dan buah. Gejala: adanya tanaman padi yang roboh pada petak sawah dan pada serangan hebat ditengah petak tidak ada tanaman. Pengendalian: pergiliran tanaman, sanitasi, gropyokan, melepas musuh alami seperti ular dan burung hantu, penggunaan pestisida dengan tepat, intensif dan teratur, memberikan umpan beracun seperti seng fosfat yang dicampur dengan jagung atau beras. c. Penyakit tanaman padi gogo 1) Bercak daun coklat Penyebab: jamur Helmintosporium oryzae). Gejala: menyerang pelepah, malai, buah yang baru tumbuh dan bibit yang baru berkecambah. Biji berbercak-bercak coklat tetapi tetap berisi, padi dewasa busuk kering, biji kecambah busuk dan kecambah mati.

Pengendalian: (1) merendam benih di dalam air panas, pemupukan berimbang, menanam padi tahan penyakit ini, menaburkan serbuk air raksa dan bubuk kapur (2:15); (2) dengan insektisida Rabcide 50 WP. 2) Blast Penyebab: jamur Pyricularia oryzae. Gejala: menyerang daun, buku pada malai dan ujung tangkai malai. Serangan menyebabkan daun, gelang buku, tangkai malai dan cabang di dekat pangkal malai membusuk. Proses pemasakan makanan terhambat dan butiran padi menjadi hampa. Pengendalian: (1) membakar sisa jerami, menggenangi sawah, menanam varietas unggul yang tahan (laut tawar, IR 43, danau atas, dll); (2) pemberian pupuk berimbang, khususnya antara nitrogen dan fosfat di saaat pertengahan fase vegetative dan fase pembentukan bulir; (3) pergiliran varietas (4) menyemprotkan insektisida Fujiwan 400 EC, Fongorene 50 WP, Kasumin 20 AS atau Rabcide 50 WP. 3) Penyakit garis coklat daun (Narrow brown leaf spot,) Penyebab: jamur Cercospora oryzae. Gejala: menyerang daun dan pelepah. Tampak gari-garis atau bercak-bercak sempit memanjang berwarna coklat sepanjang 2-10 mm. Proses pembungaan dan pengisian biji terhambat. Pengendalian: (1) menanam padi tahan penyakit ini seperti Citarum, mencelupkan benih ke dalam larutan merkuri; (2) menyemprotkan fungisida Benlate T 20/20 WP atau Delsene MX 200. 4) Busuk pelepah daun Penyebab: jamur Rhizoctonia sp. Gejala: menyerang daun dan pelepah daun, gejala terlihat pada tanaman yang telah membentuk anakan dan menyebabkan jumlah dan mutu gabah menurun. Penyakit ini tidak terlalu merugikan secara ekonomi. Pengendalian: (1) menanam padi tahan penyakit ini; (2) menyemprotkan fungisida pada saat pembentukan anakan seperti Monceren 25 WP dan Validacin 3 AS. 5) Penyakit fusarium Penyebab: jamur Fusarium moniliforme. Gejala: menyerang malai dan biji muda, malai dan biji menjadi kecoklatan hingga coklat ulat, daun terkulai, akar membusuk, tanaman padi. Kerusakan yang diderita tidak terlalu parah. Pengendalian: merenggangkan jarak tanam, mencelupkan benih pada larutan merkuri. 6) Penyakit noda/api palsu Penyebab: jamur Ustilaginoidea virens. Gejala: malai dan buah padi dipenuhi spora, dalam satu malai hanya beberap butir saja yang terserang. Penyakit tidak menimbulkan kerugian besar. Pengendalian: memusnahkan malai yang sakit, menyemprotkan fungisida pada malai sakit. (Penulis Suwarna Penyuluh Pertanian Pusat –BPPSDMP).

Sumber :
1. Perdana, Adhi Surya. 2012. Budidaya Padi Gogo. CV Karya Pustaka, Malang.
2. Partohardjono, Soetjipto, Amris makmur. 1989. Peningkatan Produksi Padi Gogo. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor.
3. Suprihatno, Bambang, Satoto, Suprihanto. 2010. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar penelitian Tanaman padi Litbang Kementrian Pertanian.
4. http://www.anakagronomy.com/2013/05/a.html
http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/10380/pengendalian-organisme-pengganggu-padi-gogo

Tuesday, January 5, 2016

Gejala Keracunan Besi (Fe) pada Tanaman Padi

Keracunan Fe terjadi pada berbagai jenis tanah, tetapi umumnya di tanah sawah dengan penggenangan terus menerus selama pertumbuhan tanaman. Ciri-ciri umum tempat-tempat yang keracunan Fe adalah drainase yang buruk serta KTK tanah dan kandungan hara makro yang rendah. Tetapi keracunan Fe dapat terjadi pada tanah dengan kisaran pH 4-7.
Tanah yang cenderung menyebabkan keracunan Fe adalah: 1)Tanah dengan drainase buruk di lembah yang menerima aliran air dari lahan masam yang lebih tinggi; 2) Tanah kaolinitik dengan dengan KTK rendah dan sedikit P dan K tersedia; 3) Tanah berliat masam alluvial atau koluvial; 4) Tanah Sulfat masam muda dan 5) Tanah gambut masam dataran rendah atau dataran tinggi.

Mekanisme Keracunan Fe.
Keracunan besi disebabkan terutama oleh penyerapan Fe secara berlebihan karena konsentrasi Fe yang yang besar dalam larutan tanah. Bibit padi yang baru ditanam dapat terpengaruh oleh banyaknya akumulasi Fe2+ segera setelah penggenangan. Namun dalam tahap pertumbuhan selanjutnya, penyerapan Fe yang berlebihan dapat meningkatkan permeabilitas akar dan memperkuat reduksi Fe microbial dalam rizosfer. Penyerapan Fe yang berlebihan menyebabkan daun berwarna perunggu.
Banyaknya Fe dalam tanaman dapat menyebabkan tanaman keracunan (fitotoksisitas). Keracunan Fe berkaitan dengan stress hara berganda, yang menurunkan daya oksidasi akar. Kemudian karat hitam Fe sulfide yang merupakan indikasi diagnostic kondisi reduksi berlebihan dan keracunan Fe dapat terbentuk pada permukaan akar.

Gejala keracunan Fe dan pengaruhnya pada pertumbuhan.
Gejala yang terlihat pada tanaman padi yang keracunan Fe adalah terjadi bercak-bercak kecil coklat pada daun bagian bawah mulai dari ujung, atau seluruh daun berwarna kuning kemerahan hingga coklat. Disamping itu terjadi lapisan hitam pada permukaan akar. Kandungan Fe dalam tanaman yang keracunan pada umumnya tidak terlalu tinggi, namun bergantung pada umur tanaman dan status hara secara umum. Pada tanah dengan status kesuburan yang rendah dan pasokan hara tidak cukup berimbang, maka ambang kritis akan lebih rendah.

Pengaruh penggenangan pada keracunan Fe.
Konsentrasi tinggi Fe2+ dalam tanah dapat mengganggu penyerapan K dan P, dan ini terjadi pada 2-4 minggu setelah penggenangan. Di bawah kondisi reduksi yang kuat, produksi H2S dan FeS dapat berperan dalam keracunan Fe dengan melemahkan daya oksodasi akar.
Oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ akibat dilepaskannya oksigen oleh perakaran menyebabkan pemasaman dalam rizosfer padi dan membentuk lapisan kecoklatan pada perakaran.

Penyebab keracunan Fe.
Keracunan Fe dapat terjadi karena berbagai hal, diantaranya: 1) tingginya konsentrasi Fe 2+ dalam larutan tanah karena kondisi reduksi yang kuat dalam tanah dan atau pH rendah; 2) Status hara tanaman rendah dan tidak seimbang. Lemahnya oksidasi perakaran dan daya pengeluaran Fe2+ yang buruk karena kahat P, Ca, Mg, atau K; 3) daya pengeluaran Fe yang buruk karena di rizosfer ada akumulasi bahan-bahan yang menghambat respirasi seperti asam organic , H2S, dan Fe S; 4) pemberian bahan organic yang belumterurai dalam dalam jumlah banyak; 5) Pasokam Fe secara terus menerus ke dalam tabah dari air tanah ataunrembesan dari bukit-bukit dan 6) Pemberian air buangan dari kota atau industri yang banyak mengandung Fe.

Pencegahan keracunan Fe.
Strategi yang dapat dilakukan untuk mencegah keracunan Fe adalah: 1) dengan menanam varietas yang tahan terhadap keracunan seperti Varietas Banyuasin, Lamber, dan mendawak; 2)Pada daerah beriklim sedang dengan cara tanam benih langsung, lapisi benih dengan oksidan (misalnya Ca Peroksida, 50-100% bobot benih) untuk memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan bibit dengan menaikkan pasokan O2; 3) Dengan Pengelolaan tanaman, yaitu dengan menunda penanaman hingga berlalunya masa puncak konsentrasi Fe2+ (misal tidak kurang dari 10 hari setelah penggenangan; 4) Dengan pengelolaan air, dengan menggunakan irigasi berselang dan menghindarkan penggenangan terus menerus di lahan berdrainase buruk yang mengandung konsentrasi tinggi Fe dan bahan organic; 5) Pengelolaan pupuk, yaitu dengan menyeimbangkan pemupukan NPK atau NPK dan kapur untuk menghindarkan stress hara. Berikan kapur untuk tanah masam, dan jangan berikan bahan organik secara berlebihan ke tanah yang mengandung banyak Fe dan bahan organik atau bila drainase buruk; 6) Pengelolaan tanah dengan melakukan pengolahan tanah kering setelah panen padi untuk meningkatkan oksidasi Fe selama masa bera.

Perlakuan kerarunan Fe.
Strategi pencegahan untuk mengatasi keracunan Fe adalah : 1) Berikan pupuk K,P, Mg tambahan; 2) Campurkan kapur di lapisan tanah atas untuk menaikkan pH tanah; 3) Lakukan drainase tengah musim untuk membuang Fe2+ yang terakumulasi. Di pertengahan pembentukan anakan (25-30 hst/HSS) keluarkan air dari lahan, jangan digenangi namun tetap lembab selama sekitar 7-10 hari untuk memperbaiki pasokan oksigen selama pembentukan anakan. (Sri Wijiastuti, Penyuluh Pertanian Pusat Penyuluhan Pertanian, BPPSDMP).
Sumber: Padi. Panduan Praktis Pengelolaan Hara. Edisi 2007. Penyunting: Thomas Fairhurst, Christian Witt, Roland Buresh dan Achim Dobermann.